
Di tengah arus deras perkembangan teknologi, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sumatera Utara (FDK UINSU) Medan mengambil langkah strategis dengan menyelenggarakan konferensi internasional bertajuk “Dakwahteinment di Era AI”. Bertempat di Aula FDK Kampus II, kegiatan ini menjadi ajang refleksi dan proyeksi tentang masa depan dakwah Islam di tengah era digital dan kecerdasan buatan.
Konferensi yang berlangsung pada 16 Juni 2025 ini menghadirkan sejumlah narasumber kaliber internasional, seperti Dr. Dicky Sofjan dari ICRS UGM, Dr. Michael R Quinlan dari Baylor University, Amerika Serikat, serta Prof. Ghasem Muhammadi dari Universitas Qom, Iran. Masing-masing menyampaikan pandangan kritis terhadap tren dakwah yang dikombinasikan dengan unsur hiburan — atau yang kini dikenal sebagai dakwahteinment.
Dalam paparannya, Dr. Dicky menyoroti fenomena de-intellektualisasi dakwah. Menurutnya, format dakwah yang berorientasi hiburan seringkali lebih menyuguhkan tontonan daripada tuntunan. Ia memperingatkan tentang munculnya figur-figur da’i yang lebih populer karena viralitas media, bukan karena kedalaman keilmuannya. Padahal, pengembangan masyarakat Islam bertumpu pada proses pendidikan rohani yang bertanggung jawab, bukan hanya kemasan yang memikat.
Hal senada disampaikan Dr. Michael, yang menyoroti pentingnya penggunaan AI secara bijak dalam konteks keagamaan. AI, katanya, hanyalah alat—ia bisa memperluas dakwah tapi tidak bisa menjadi rujukan tunggal atas kebenaran. Pandangan ini sejalan dengan prinsip Islam tentang pentingnya menggunakan ilmu dan akal secara proporsional sebagai landasan bertindak.
Konferensi ini tidak hanya menjadi wadah diskusi akademik, tetapi juga menjadi refleksi strategis dalam pengembangan masyarakat Islam. Dalam perspektif ini, dakwah seharusnya menjadi motor perubahan sosial. Artinya, pendekatan entertain memang relevan untuk menjangkau masyarakat modern, tetapi nilai substansi—berupa ilmu, akhlak, dan spiritualitas—harus tetap menjadi inti.
AI pun, meski sarat kontroversi, bisa menjadi alat dakwah yang bermanfaat. Namun syaratnya jelas: umat Islam harus membekali diri dengan literasi digital dan keagamaan yang memadai. Hanya dengan cara inilah dakwah digital bisa menjadi jalan bagi terciptanya masyarakat madani yang berkeadaban.
Di penghujung acara, foto bersama menjadi penutup simbolis atas pertemuan penuh wacana tersebut. Sebuah sinyal bahwa masa depan dakwah, meski penuh tantangan teknologi, tetap menjanjikan—asal tetap bersandar pada nilai dan visi Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
